Apa imbas dari fiksi?
Buku apa yang terakhir dibaca? Film apa yang terakhir ditonton?
Semua manusia senang dengan cerita-cerita. Bahkan sejak kecil, mayoritas manusia dikenalkan oleh karya fiksi, entah itu berupa tontonan, komik atau dongeng.
Tapi apa manfaatnya?
Mayoritas karya fiksi bertujuan untuk menanamkan empati. Jika ada film, novel atau komik yang ceritanya berhasil membuat nangis, berarti itu berhasil nanam rasa empati ke hati.
Menyadari penikmat karya fiksi tentang beratnya perjuangan protagonis cerita untuk mengejar impiannya, beratnya kegagalan yang mau tak mau harus diterima, beratnya mencintai seseorang, beratnya melepas seseorang dan sebagainya.
Kesadaran akan hal-hal tersebut harusnya mampu membuat seseorang menjadi lebih empati kepada sesama manusia. Tidak cepat menghakimi, tidak rasis, tidak berburuk sangka, tidak gibah, tidak merundung dan lebih menghormati tanpa pandang bulu.
Tapi apa ironisnya?
Penjajahan, apartheid, genosida masih terjadi di tahun ini. Bahkan ada negara yang sudah mengalaminya selama lebih dari 70 tahun semenjak Perang Dunia II usai.
Bayangkan dari banyaknya judul karya-karya fiksi yang bertema distopia atau penindasan macam The Hunger Games, The Lord of the Rings, Dune, District 9, Attack on Titan, A Bug's Life dan lainnya, masih ada saja manusia-manusia yang terang-terangan mendukung penindasan.
Padahal film-film tersebut cukup terkenal.
Tapi akan selalu ada saja karya-karya fiksi baru, dengan kemasan cerita yang lebih menarik, yang semoga dapat lebih menyadarkan dunia.
Ambil contohnya dari chapter 105 komik Dandadan karya Tatsu Yukinobu. Di bagian yang berjudul "Banga" ini menceritakan tentang awal menyalanya pemberontakan bangsa planet Sumer terhadap bangsa Kur (ras alien yang menginvasi planet Sumer).
Pada 3 halaman tersebut (dibaca dari kanan ke kiri) berisi kata-kata yang dikoarkan oleh Banga dari balik kostum kaiju. Banga adalah nenek-nenek tentara yang menjadi ibu angkat Vamola (anak terakhir bangsa Sumer):
"Anak di sana itu adalah satu-satunya anak yang tersisa di planet Sumer! Masa depan Sumer berada di pundak anak terakhir itu! Apa kalian tidak kesal sama sekali!? Keluarga kalian dibantai! Tanah dan air kalian dicuri! Bangsa Sumer di ambang binasa dari dunia dan di sini kalian memohon keselamatan dan mengandalkan hal lain untuk menyelamatkan kalian!!"
"Marahlah!! Pada yang membunuh keluarga kalian! Pada yang mencuri planet kalian! Marahlah!! Mengamuklah!!"
"Jika tak bisa pakai tangan kalian... pakai gigi dan gigit mereka! Jika kalian ada waktu berdoa, kalian ada waktu melempar batu! Ambil kembali apa yang direbut dari kalian!! Lindungi anak bangsa Sumer, harta karun Sumer, dengan nyawa kalian!! Ayo!"
Kisah semacam itu bisa membuat banyak orang lebih aware terhadap apa yang terjadi di dunia. Menjadi lebih empati terhadap penindasan yang terjadi di negara lain and that is power.
Ya, mampu mempengaruhi orang lain adalah kekuatan yang dimiliki oleh karya-karya fiksi.
Bayangkan jika kata-kata semacam yang diucapkan karakter Banga itu diucapkan juga oleh seorang warga sipil Palestina yang sedang diikat oleh para zionis.
Bayangkan jika kalimat-kalimat semacam itu membuat tawanan-tawanan Palestina bangkit dan berontak menyerang para penindas, tanpa takut mereka akan dibalas peluru.
~tulisan ini dapat saya revisi/hapus
Komentar
Posting Komentar